Jumat, 29 Agustus 2008

Sang Pengharap Vs Si Mampu


Oleh: Sasmito Anggoro


Sebentar lagi, Bantuan Langsung Tunai (BLT) sebagai akan disalurkan, sebagai kompensasi kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) oleh pemerintah kepada Keluarga Miskin (Gakin). Sayangnya, BLT saat ini banyak menuai cibiran, salah satunya adalah kritik pedas yang dilontarkan oleh Abdurrahman Wahid. Gus Dur tampaknya lebih sependapat dengan pernyataan yang menyebutkan bahwa pemberian BLT terhadap keluarga miskin tidak efektif. Lebih lanjut ia secara terang-terangan menyebut BLT adalah sebuah upaya baru untuk ajang korupsi di kalangan birokrat.

Cibiran dan kritik pedas yang dilontarkan oleh para pemikir, tampaknya tidak mampu menghentikan laju harapan dari masyarakat bawah. Betapa tidak, urusan perut mengalahkan pendapat para pemikir, mereka berharap mendapatkan jatah yang hanya seratus ribu rupiah tersebut.

Program BLT yang rencananya dikucurkan Juni mendatang, diprediksi bakal menimbulkan konflik baru. Pasalnya, kemungkinan perebutan hak perolehan BLT akan memicu hal itu. Pengalaman yang lelu membuktikan bahwa kenyataan yang terjadi di masyarakat pedesaan, baik golongan yang mampu atau tidak mampu, pasti ingin mendapatkan BLT dengan mengaku Miskin,

Ditambah lagi kemampuan golongan non miskin yang sepertinya dapat menyulap statusnya menjadi golongan miskin. Iri hati dan ketidak berdayaan golongan miskin (yang asli) akan menimbulkan dendam, iri hati dan konflik multi segmen.

Mulai dari petugas pendataan dari tingkat paling bawah, merekapun dimungkinkan bakal tidak bisa berbuat banyak dalam membagikan BLT secara benar (jujur dan tepat sasaran), karena akan mendapat pressure dari pihak yang meminta diakui kemiskinannya.

Para warga miskin sampai saat ini hanya bisa berharap, pada ketegasan pemerintah dalam penyaluran BLT. Terutama dalam segi pendataan yang diharapkan dapat betul-betul akurat. Hingga kin, tidak dapat dipungkiri, para warga miskin banyak mengeluh karena BLT yang seharusnya menjadi hak mereka, akhirnya harus dibagi dengan tetangganya yang tidak miskin.

Upaya pemerintah dalam menghindarkan konflik yang mungkin terjadi akan dipertaruhkan disini. Termasuk upaya pemerintah dalam membantah opini yang terlanjur memberi image KKN mendarah daging di tubuh mereka. BLT bukan sekedar harapan bagi kaum miskin, namun juga harapan bagi kaum kayaa, birokrat dari atas hingga bawah.

Sementara ini, kaum miskin hanya mempunyai kemampuan untuk berharap, sedangkan mereka yang lebih kaya masih punya kemampuan lain, yakni rekayasa status dan data. Termasuk kemampuan manipulasi, mengambil untung, dan bahkan memungut sisa sisa jatah BLT yang sengaja dicecerkan di lipatan buku pendataan.

Akankah dengan BLT masyarakat miskin yang hanya punya kemampuan untuk berharap, dapat lebih tenang ? Apakah BLT yang di berikan kepada masyarakat akan membuat Indonesia semakin Dewasa atau justru hanya menjadikan Indonesia sebagai masyarakat pemimpi untuk menuai harapan mereka.

Tidak ada komentar: