Selasa, 17 Maret 2009

Pengantar ke Peliputan Investigatif (Investigative Reporting)

Apakah yang dimaksud dengan pelaporan investigatif (investigative reporting)? Secara sederhana, peliputan investigatif adalah praktik jurnalisme, yang menggunakan metode investigasi dalam mencari informasi.

Karakter dari berita investigatif adalah: (1) merupakan produk kerja asli jurnalis bersangkutan, bukan hasil investigasi dari sebuah instansi pemerintah atau nonpemerintah; (2) mengandung informasi yang tidak akan terungkap tanpa usaha si jurnalis; dan (3) berkaitan dengan kepentingan publik.[1]

Dari mana munculnya jurnalisme investigatif ini? Di Amerika Serikat, istilah investigative reporting tampaknya mulai populer pada tahun 1975, ketika di Columbia didirikan Investigative Reporters and Editors Inc. Namun, bicara tentang sejarah kemunculan jurnalisme investigatif, tampaknya harus dimulai dari kemunculan apa yang dinamakan muckraking journalism.

Muckraking journalists adalah julukan yang diberikan pada jurnalis Amerika, yang menggunakan suratkabar tempat ia bekerja sebagai sarana untuk menggugat ketidakadilan, mengungkap kesewenang-wenangan (abuses), dan menyebarkan informasi tentang berbagai penyimpangan yang terjadi kepada masyarakat umum.[1]

Istilah ini dipopulerkan pada akhir 1800-an, ketika sejumlah jurnalis Amerika mulai mengambil jarak dari bentuk pelaporan berita peristiwa biasa. Sebagai gantinya, mereka mulai melakukan investigasi dan menulis tentang tokoh dan organisasi ternama. Dengan semangat untuk mengungkap korupsi di kalangan bisnis dan politik, para jurnalis ini membantu meningkatkan kesadaran publik terhadap berbagai penyakit sosial, ekonomi, dan politik.

Pengertian "jurnalis" dalam konteks muckraking journalists di sini tidak terbatas pada reporter suratkabar, seperti yang kita kenal sekarang, tetapi juga mencakup novelis dan kritikus.

Karya para jurnalis ini akhirnya menghasilkan sejumlah reformasi dan perubahan legislatif. Artikel-artikel mereka di majalah, pada awal 1900-an, mengungkapkan praktik-praktik korupsi di beberapa sektor bisnis dan perusahaan asuransi jiwa. Hal itu mendorong terwujudnya tindakan-tindakan yang krusial terhadap undang-undang bahan makanan murni dan peraturan antimonopoli. Artikel-artikel tersebut bisa dibilang telah mengubah peran jurnalis dalam masyarakat.

Para jurnalis ini menyelidiki dan mengungkap isu-isu sosial, seperti kondisi di permukiman kumuh, penjara, pabrik, rumah sakit jiwa, pertambangan, bengkel kerja, buruh anak, dan kondisi yang tidak bersih di pabrik-pabrik pengolahan makanan. Muckraking journalists sering menulis tentang orang yang menjadi miskin akibat ketidakberesan sistem sosial, dan menggugat lembaga-lembaga yang sudah mapan dalam masyarakat.

Tak jarang, gugatan itu diekspresikan dengan cara sensasional. Tidak heran jika mereka dituding sebagai kaum sosialis, bahkan komunis. Pada awal 1900-an, mereka mengangkat isu-isu sosial itu dengan menulis buku dan artikel di majalah populer dan suratkabar, seperti Cosmopolitan, The Independent, dan McClure's.

McClure's atau McClure's Magazine adalah majalah bulanan Amerika, yang populer pada peralihan abad ke-20. Didirikan oleh S.S. McClure dan John Sanborn Phillips pada 1893, majalah ini dianggap sebagai pencipta muckraking journalism.

Di majalah ini, pada tahun 1902, muncul rangkaian laporan karya Ida Tarbell, yang menyingkap kesewenang-wenangan praktik monopoli perusahaan minyak Standard Oil Company, milik John D. Rockefeller. Juga, muncul karya Ray Stannard Baker, yang membuat masyarakat menyorot keras perilaku perusahaan United States Steel Corporation. Majalah McClure's ini bisa dibilang telah membantu membentuk "kompas moral" pada zamannya.[3]

Sebutan muckraker kini juga ditujukan pada jurnalis masa sekarang, yang mengikuti tradisi lama tersebut. Mereka sekarang meliput topik-topik seperti: klaim-klaim yang bersifat penipuan dari perusahaan pembuat obat berpaten; perbudakan zaman modern; prostitusi anak; pornografi anak; dan peredaran narkoba.

Beberapa contoh dari jurnalis muckraker kontemporer adalah:[4]

•·Wayne Barrett, jurnalis investigatif, redaktur senior the Village Voice. Ia menulis tentang perilaku Rudy Giuliani sebagai Walikota New York City, dalam bukunya Grand Illusion: The Untold Story of Rudy Giuliani and 9/11 (2006).

•·Amy Goodman, jurnalis, host di radio Pacifica Network, dengan programnya yang dinamai Democracy Now!

•·Seymour Hersh, jurnalis yang terkenal dengan laporannya tentang pembantaian My Lai (era Perang Vietnam), program senjata nuklir Israel, profil Menteri Luar Negeri AS Henry Kissinger, invasi Amerika ke Irak tahun 2003, dan penyiksaan terhadap para tahanan Irak oleh tentara AS di penjara Abu Ghraib.

•·Michael Moore, pembuat film dokumenter, sutradara film Roger and Me, Bowling for Columbine, Fahrenheit 911, dan SiCKO

•·John Pilger, koresponden perang yang sudah memenangkan berbagai penghargaan, pembuat film, dan pengarang buku.

•·Bob Woodward dan Carl Bernstein, jurnalis suratkabar Washington Post, yang mengungkap skandal Watergate; pengarang buku All the President's Men, yang menceritakan rincian pengungkapan skandal itu.

•· Dan lain-lain, yang tak bisa disebutkan satu-persatu.

Di Indonesia, yang dianggap menjadi pelopor jurnalisme investigatif adalah Suratkabar Indonesia Raya, di bawah pimpinan Mochtar Lubis. Antara tahun 1969 sampai 1972, suratkabar itu gencar membongkar kasus-kasus korupsi di perusahaan minyak negara, Pertamina.

Pada periode 1990-an, majalah dwi-mingguan Tajuk memposisikan diri sebagai majalah investigasi. Sedangkan majalah berita mingguan Tempo, sesudah sempat dibreidel oleh rezim Soeharto pada 21 Juni 1994, juga memunculkan rubrik khusus investigasi, ketika majalah itu terbit lagi pada 1998.[5]

Tiga Bentuk Jurnalisme Investigatif

Sesudah praktik jurnalisme investigatif semakin matang, ada beberapa bentuknya yang dapat kita kenali. Menurut Bill Kovach dan Tom Rosenstiel, setidaknya ada tiga bentuk yang bisa kita bedakan. Yaitu: pelaporan investigatif orisinal, pelaporan investigatif interpretatif, dan pelaporan terhadap investigasi.[6]

Pelaporan investigatif orisinal (original investigative reporting):

Pelaporan investigatif orisinal melibatkan reporter itu sendiri dalam mengungkap dan mendokumentasikan berbagai aktivitas subjek, yang sebelumnya tidak diketahui oleh publik. Ini merupakan bentuk pelaporan investigatif, yang sering berujung pada investigasi publik secara resmi, tentang subjek atau aktivitas yang semula diselidiki dan diungkap oleh jurnalis. Ini adalah contoh klasik, di mana pers mendesak lembaga publik (pemerintah), atas nama publik.

Dalam melakukan investigasi, jurnalis mungkin menggunakan taktik-taktik yang mirip dengan kerja polisi. Seperti, penggunaan tenaga informan, pemeriksaan catatan/data publik, bahkan --dalam situasi tertentu-- pemantauan aktivitas dengan sembunyi-sembunyi dan penggunaan penyamaran.

Dalam pelaporan investigatif orisinal di era modern sekarang, kekuatan analisis komputer sering menggantikan observasi personal para reporter.

Pelaporan investigatif interpretatif (interpretative investigative reporting):

Jenis pelaporan investigatif interpretatif juga menggunakan keterampilan yang sama, seperti pada pelaporan investigatif orisinal, namun menempatkan interpretasi (penafsiran) pada tingkatan yang berbeda.

Perbedaan mendasar antara keduanya adalah, pada pelaporan investigatif orisinal, si jurnalis mengungkapkan informasi, yang belum pernah dikumpulkan oleh pihak lain manapun. Tujuannya adalah memberitahu publik tentang peristiwa atau situasi, yang mungkin akan mempengaruhi kehidupan mereka.

Sedangkan, pelaporan interpretatif berkembang sebagai hasil dari pemikiran dan analisis yang cermat, terhadap gagasan serta pengejaran fakta-fakta yang diikuti, untuk memadukan semua informasi itu dalam konteks yang baru dan lebih lengkap. Dengan cara ini, diharapkan bisa memberi pemahaman yang lebih mendalam pada publik.

Pelaporan interpretatif ini biasanya melibatkan seperangkat fakta dan isu-isu yang lebih kompleks, ketimbang sekadar pengungkapan biasa. Pelaporan interpretatif ini menyajikan cara pandang yang baru terhadap sesuatu, serta informasi baru tentangnya.

Pelaporan terhadap investigasi (reporting on investigations):

Pelaporan terhadap investigasi adalah perkembangan terbaru dari jurnalisme investigatif, yang semakin biasa dilakukan. Dalam hal ini, pelaporan berkembang dari temuan awal atau bocoran informasi, dari sebuah penyelidikan resmi yang sudah berlangsung atau yang sedang dipersiapkan oleh pihak lain, biasanya oleh badan-badan pemerintah.

Pelaporan terhadap investigasi bisa terjadi, manakala penyelidik resmi sedang bekerja. Penyelidik dari pihak pemerintah bekerjasama secara aktif dengan jurnalis pada kasus-kasus tertentu, karena sejumlah alasan. Seperti: untuk mempengaruhi anggaran derma (dari negara bagian)[7], untuk mempengaruhi saksi-saksi potensial, atau untuk membentuk opini publik.

Contohnya, sebagian besar dari pelaporan tentang perselingkuhan Presiden Bill Clinton dengan Monica Lewinsky sebenarnya adalah hasil investigasi, yang dilakukan kantor Penuntut Independen Kenneth Star, ditambah dengan informasi tandingan yang dibocorkan oleh pihak Gedung Putih atau para pengacara terkait.

Bandingkan dengan pelaporan investigatif skandal Watergate pada 1972, yang dilakukan jurnalis Washington Post, Bob Woodward dan Carl Bernstein. Sebagian besar hasil penyelidikan kasus tersebut, khususnya pada bulan-bulan awal yang kritis, adalah murni hasil kerja investigatif orisinal para jurnalis.

Mereka bicara langsung pada para narasumber utama tentang apa yang terjadi, bukan bicara pada tim penyidik resmi tentang apa yang mereka teorikan sudah terjadi. Skandal Watergate[8] ini kemudian berujung pada jatuhnya pemerintahan Presiden Richard Nixon.

Seorang jurnalis investigatif mungkin menghabiskan waktu yang cukup lama untuk riset dan menyiapkan laporannya, kadang-kadang bisa berbulan-bulan atau bertahun-tahun. Sementara reporter harian atau mingguan biasa menuliskan berita-berita yang bisa dimuat segera. Laporan akhir seorang jurnalis investigatif biasanya berupa suatu pengungkapan kasus.

Langkah-langkah investigasi ini sering menuntut si reporter untuk melakukan banyak wawancara terhadap berbagai sumber, serta bepergian ke banyak lokasi. Tak jarang, reporter juga harus melakukan aktivitas seperti: pengintaian, analisis dokumen, menyelidiki kinerja peralatan yang terkait dengan suatu kecelakaan, dan sebagainya.

Jurnalisme investigatif menuntut kecermatan dalam detail (rincian), penemuan fakta, dan upaya fisik. Seorang jurnalis investigatif harus memiliki pikiran yang analitis dan tajam, dengan motivasi diri yang kuat untuk terus berupaya, ketika semua pintu informasi ditutup, ketika fakta-fakta dikaburkan atau dipalsukan, dan seterusnya.

Beberapa cara yang bisa digunakan jurnalis untuk menemukan fakta:

•· Mempelajari sumber-sumber yang sering diabaikan, seperti arsip, rekaman pembicaraan telepon, buku alamat, catatan pajak, dan perizinan.

•· Bicara kepada warga di lingkungan sekitar.

•· Menggunakan sumber riset berlangganan (di internet).

•· Sumber-sumber anonim. Misalnya, orang dalam yang membocorkan informasi (whistleblowers).

•· Melakukan penyamaran.

Jurnalisme investigatif dapat dibedakan dengan pelaporan analitis (analytical reporting). Jurnalisme analitis memanfaatkan data yang tersedia dan mengatur ulang data tersebut, sehingga membantu kita dalam mempertanyakan suatu situasi atau pernyataan, atau memandangnya dengan cara yang berbeda. Sedangkan, jurnalis investigatif bergerak lebih jauh dari sekadar pelaporan analitis, serta ingin mengetahui apakah situasi yang dihadapkan pada kita itu adalah benar-benar realitas.

Jurnalisme investigatif juga dapat dibedakan dengan pelaporan mendalam (indepth reporting). Indepth reporting merupakan suatu laporan mendalam terhadap suatu obyek liputan, biasanya yang menyangkut kepentingan publik, agar publik betul-betul memahami obyek tersebut.

Namun, berbeda dengan peliputan investigatif, indepth reporting tidak memfokuskan diri pada penyingkapan suatu kejahatan, kesalahan, penyimpangan, atau kejahatan tersembunyi, yang dilakukan pihak tertentu. Sifat indepth reporting lebih pada memberi penjelasan pada publik. Sementara proses pencarian informasinya sendiri juga tidak menuntut dilakukannya investigasi, karena boleh jadi informasi itu bersifat terbuka dan mudah diakses.

Sedangkan pelaporan investigatif berasumsi bahwa ada sesuatu yang salah, atau ada suatu pihak yang telah berbuat salah. Kesalahan yang sengaja disembunyikan atau belum terkuak itulah yang menjadi target peliputan investigatif.

Tidak ada komentar: