Kamis, 18 September 2008

TERAS WAJAH NEGERI KITA





BAGAIMANA MENCOBA KITA BERTANYA?
BAGAIMANA MENCOBA KITA BERPIKIR?
BAGAIMANA MENCOBA KITA BERASA?
BAGAIMANA MENCOBA KITA BERBANGGA?


Negeri Pengemis

kAWANKU pernah memergoki seorang pengemis jalanan di salah satu sudut kampusnya di Sleman sana sedang menelepon dengan ponsel. Dari dandanannya sangat meyakinkan sebagai pengemis jalanan yang layak dikasihani, ternyata memiliki ponsel yang dikategorikan barang mewah.

Pernah juga melihat sendiri bagaimana seorang pengemis yang biasa mangkal di perempatan jalan, terpergok sedang berdandan di pagi buta. Luka palsu dibikinnnya secara cekatan. Pengemis-pengemis itu adalah aktor jalanan yang sejati dan mampu mengorek sanubari untuk mengasihani.

Apakah pengemis orang miskin yang layak dikasihani? Ada banyak jawaban yang bermacam. Seorang pengemis di kotaku adalah orang yang mempunyai sawah dan sapi di desanya. Pengemis adalah profesi. Kemsimkinan adalah ibu kandung pengemis. Berdasar asumsi-asumsi yang memberikan gambaran pengemis adalah miskin, terlantar, merana, sampah sosial dan tidak beradaya maka di Jakarta terbit perda yang melarang memberi uang kepada pengemis. Tujuannya Jakarta bebas dari pengemis.

Apa bisa menghilangkan pengemis? Pengemis sebenarnya bukan profesi atau anak kandung kemiskinan. Pengemis muncul dari sikap mental malas, tidak peduli dia miskin atau kaya. Ada istilah Jawa untuk menyebut pengemis yaitu kridha lumahing asta (bekerja dengan menegadahkan tangan). Nah, dari definisi itu sebenarnya lebih banyak lagi pengemis yang dapat dikategorikan.

Pengemis sudah merambah segala bidang, bahkan mereka menjadi legistlatif dan eksekutif. Mental menegadahkan tangan alias minta uang dengan segala dalih. Uang komisi, pungli, uang terima kasih, fee, bagi hasil adalah nama lain dari uang yang diminta pengemis-pengemis elit. Celakanya lagi para pemberi pengemis elit itu adalah rekanan, pengusaha, masyarakat dan lembaga yang mencuri [baca:korupsi] dari uang negara.

Lingkaran setan memang, pengemis dan korupsi ternyata masih bersaudara. Bila akan menghilangkan mental pengemis maka lihatlah birokrat yang duduk di kursi legislatif dan eksekutif, sebagain besar mereka adalah pengemis itu. Mereka mengemis dari pencuri uang negara karena julukan pengemis walau nista tidak seseram julukan koruptor.

Tidak ada komentar: